it’s about all word’s

Dari layar kaca ke kolom berita

Posted on: February 20, 2008

Bisnis media terbukti makin terintegrasi. Seolah tak mau kalah dari media cetak, televisi belakangan ini juga ingin mengurusi kolom. Formatnya bisa harian, tabloid atau majalah.

Tiga tahun lalu, eranya koran bikin stasiun televisi. Sebut saja Media Indonesia dengan Metro TV, Kompas dengan TV7 atau JTV dari Jawa Pos.

Sekarang stasiun televisi masuk ke media cetak. Strategi inilah yang ditempuh Media Nusantara Cipta (MNC) yang membawahi RCTI, TPI dan Global TV dengan meluncurkan tabloid Genie, harian Seputar Indonesia (SI) dan mengakuisisi majalah Trust.

Tidak seperti ketiga televisinya, MNC memilih menggunakan nama perusahaan yang berbeda untuk produk cetaknya. Genie dibawahi PT Pranata Komunikasi Massa dan Trust dengan PT Hikmat Makna Aksara.

Sedangkan SI justru tidak mencantumkan nama penerbit di kotak masthead nya. Bisa jadi karena pengelola sudah menganggap image yang diusung SI dan RCTI sudah menyatu.

Maklum saja SI merupakan nama dari program berita di RCTI yang tentu sudah melekat di benak pemirsa televisi ini. Sudahkah Anda membuka-buka isi koran tersebut?

Saya kira cukup bervariasi karena menyasar pasar koran umum, yang sudah lebih dulu dilakoni mereka yang mapan macam Kompas, Jawa Pos, Media Indonesia, dan Koran Tempo.

Tapi jika ditilik ada keunikan SI yang tidak digarap pemain lain, yaitu rubrik olahraga dan lifestyle yang ditempatkan pada lembar terpisah dengan halaman berita.

Untuk rubrik olahraga, disuguhkan mulai dari sepak bola anak negeri hingga internasional. Ajang otomotif pun tak luput dari perhatian dan menyemarakkan harian koran tersebut.

Sedangkan untuk gaya hidup banyak mengupas acara yang muncul di ketiga televisi jaringan MNC. Dengan gaya tabloid, harian ini mengupas lebih mendalam tontonan yang diakrabi penikmat layar kaca.

Selain itu topik kesehatan, desain, jalan-jalan sampai rubrik yang menjadi incaran ibu-ibu yaitu gosip artis, melengkapi lembar tersebut.

Meski begitu dari ketiga jagoan media cetak asuhan MNC, sejauh ini belum menjadi fenomena di setiap segmen tempat ketiganya bermain. Tampaknya masih perlu waktu untuk membuktikan bahwa mereka bukan pemain biasa.

Hanya majalah Trust yang diakui-sejak sebelum di akuisisi pun-yang memang sudah memiliki ikon tersendiri sebagai satu media yang rajin menyuguhkan berita investigasi kasus yang sedang panas.

Majalah ini memiliki lima rubrik unggulan-sebab selalu muncul di navigasi halaman depan-seperti hukum, invetasi, keuangan, suplemen dan sektor riil, tetapi kadang topik lain seperti otomotif menyodok jadi unggulan.

Yang fenomenal

Lain lagi dengan kiprah Indosiar Karya Media (IKM) atau Indosiar yang memilih untuk bermain dengan barisan tabloidnya macam Gaul, Jelita dan Opini.

Tetapi soal kepemilikan IKM itu dibantah oleh Corporate Secretary PT Indosiar Visual Mandiri (IVM) Andreas Ambesa. Menurut dia, sama sekali tidak ada hubungan antara IKM dan ketiga tabloid tersebut.

“Selain itu justru IKM itu holding company dari IVM. Dan sampai saat ini IKM hanya punya satu anak perusahaan. Kami tidak memiliki keterkaitan apapun dengan ketiga tabloid itu,” ujarnya.

Sembari tersenyum dia mengakui kerja sama ketiga tabloid tersebut dengan program acara di Indosiar menyebabkan masyarakat berasumsi ketiganya milik Indosiar.

Jadi persisnya bagaimana? Andreas hanya mengatakan pengelola ketiga tabloid itu adalah karyawan Indosiar. Meski demikian bisnis tetaplah bisnis. “Ketiga tabloid itu bayar harga iklan sesuai yang berlaku. Sebab IVM menyadari beratnya mengelola media cetak.”

Tapi yang jelas tabloid Gaul dibawah bendera PT Nuansa Karya Berita ini, meski baru namun langsung mencetak prestasi fenomenal.

Menurut data Nielsen Media Research hingga kuartal ketiga 2004, Gaul mampu meraup 364 ribu pembaca remaja hingga 1,05 juta pembaca umum.

Angka itu menempatkan Gaul memimpin diatas Fantasi dan Keren Beken. Maklum saja, Gaul sangat tertolong oleh meledaknya program-program milik Indosiar.

Beberapa program yang membuat eforia massa anak muda adalah Pesta, konser bintang F4 dan tentu saja Akademi Fantasi Indosiar (AFI) yang terbukti membawa kehebohan tersendiri di kalangan anak muda.

Sedangkan Jelita yang memposisikan diri di pasar pembaca wanita. Sayangnya anak asuh PT Nuansa Media Perkasa ini harus bertarung dengan pemain lama seperti Nova atau Nyata.

Langkah berbeda justru diambil tabloid Opini memilih memberikan paduan antara berita dan infotainment. Namun, diakui atau tidak, baik Opini atau Jelita masih meraba-raba pasar.

Tetapi apapun itu yang jelas kehadiran media-media cetak yang baru ini membuat konsumen makin bebas mendapat informasi darimana dan jenis apa yang diinginkan.

Hanya saja di sisi yang lain harus diakui pasar pun terhitung sulit menerima media cetak baru. Malah semester pertama tahun ini seperti palu godam saja bagi beberapa media cetak seperti harian ekonomi Neraca, majalah Seru, harian Reporter dan Merdeka, tabloid Bintang Millenia dan Citra.

Iklan menjadi batu sandungan? Belum tentu. Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) R.T.S Masli berpendapat prospek iklan bagi media cetak pendatang baru cukup besar, tergantung bagaimana mengemasnya.

Menurut dia, kue iklan untuk media massa termasuk televisi setiap tahun pertumbuhannya berkisar 25%-30%. Dan untuk tahun ini berkisar Rp27 triliun atau naik 22,73% dari 2004 yang hanya Rp22 triliun. “Dari dana iklan sebesar itu sekitar 27% diserap oleh surat kabar.”

Jadi, tak terlalu jadi masalah apakah media itu baru muncul atau sudah lama. Yang penting, apakah pembacanya banyak, promosinya kuat, dan isinya okay serta manajemennya handal. “Walau dia pendatang baru, kalau pembacanya banyak dan efektif, pemasang iklan akan berlomba mendatangi media tersebut,” papar direktur Strategy Advertising ini.

Begitu juga dengan televisi, bila ada program bagus dan pemirsanya banyak yang menonton acara tersebut berdasarkan rating, maka kemana pun program tersebut ditayangkan, pasti iklannya banyak.

“Misalnya acara Family 100 yang pernah ditayangkan di televisi berbeda, pengiklan tidak setia pada televisinya, tapi mengejar program tersebut. Jadi, di mana pun dia ditampilkan tetap ada iklannya,” kata Masli.

Pemasang iklan akan mencari media yang bisa memberikan efisiensi dan efektif bagi produk yang diiklankan, walau pada media yang baru muncul sekalipun. “Dengan adanya media cetak baru tersebut, pemain lama harus waspada jangan sampai kue iklannya dirampas oleh yang baru,” ujarnya mengingatkan.

*Bisnis Indonesia Edisi: 24/07/2005

Leave a comment

Categories

Archives

Pages

February 2008
M T W T F S S
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
2526272829