it’s about all word’s

Buruh, mitra kerja yang butuh pendamping

Posted on: March 27, 2008

Hari buruh yang jatuh 1 Mei atau dikenal sebagai May Day memang masih lama namun kasus-kasus perburuhan yang diperlakukan semena-mena oleh majikannya sudah menumpuk di Depok Raya.

Kasus terbaru dan gelap gulita tentu saja perihal pemecatan tanpa alasan kepada empat pekerja PT Indoluhur Sejati. Sejak 25 Februari lalu, Firly, Edi, Saino dan Suratman, yang juga diketahui sebagai pengurus Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Indoluhur diberhentikan secara sepihak oleh manajemen perusahaan tanpa alasan yang jelas.

Kepada harian ini Firly, yang juga bertindak sebagai Ketua SPSI PT Indoluhur menuturkan perusahaan yang bergerak dalam bidang air mineral dan berlokasi di Jalan Raya Bogor, Jatijajar, Cimanggis itu memberhentikan mereka karena advokasi yang giat dilakukan.

Sebagai sosok yang mendapat titipan amanah dari para pegawai, pengurus SPSI menjadi corong keluhan pekerja. Mulai dari jam kerja hingga tindakan diskriminasi yang menimpa rekan-rekan mereka.

Gara-gara menjalankan tugas tersebut, hingga kini keempat pekerja itu terlunta-lunta. Sudah jelas pihak perusahaan tutup mata dan tutup kuping. Toh tujuan dari pemecatan sebagai terapi kejut bagi pekerja yang lain.

Lalu bagaimana dengan pihak Disnakersos sebagai institusi yang seharusnya menjadi fasilitator dan mediator antara buruh dan majikan? Seperti biasanya cenderung permisif dan diam-diam saja.

Aliansi Buruh Depok yang menjadi sandaran para pekerja pun terkesan hanya mampu memberikan dukungan moral. Padahal mediasi di tingkat hukum bisa ditempuh.

Sayang jalur hukum pun begitu terjal pasca pengesahan UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI) oleh Presiden SBY.

Jika dulu perselisihan perburuhan yang sebelumnya diselesaikan melalui UU No. 22 tahun 1955 melalui Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) maupun di tingkat daerah (P4D) relatif mudah kini menjadi bukit terjal bagi kaum buruh.

Dengan berlakunya UU No. 2 tahun 2004, disyaratkan kewajiban penggunaan jasa pengacara dalam penyelesaian perselisihan perburuhan yang berujung ke pengadilan.

Ini artinya meski UU PPHI memberikan pembebasan biaya terhadap sengketa di pengadilan hubungan industrial terhadap perkara di bawah Rp150 juta. Namun buruh harus mengeluarkan dana yang relatif besar untuk biaya pengacara kalau perkaranya telah sampai ke pengadilan.

Bagi majikan atau pengusaha, tentu tak ada masalah untuk mendapatkan pengacara untuk membela kepentingannya. Tapi bagaimana dengan buruh? Jelas bakal terbebani. Dan kalau buruh frustasi, aksi mereka jelas. Mogok massal.

Untungnya UU PPHI membuka kesempatan kepada pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan persoalan secara musyawarah dan mufakat melalui penyelesaian melalui bipartit, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase.

Agar ini tercapai dan menghindarkan aksi mogok jalanan, harian ini berharap munculnya sosok pengacara di Depok Raya yang memiliki nurani untuk melakukan pendampingan bagi para buruh secara cuma-cuma. Siapkah Anda?

*Tajuk Monitor Depok 13-3-08

1 Response to "Buruh, mitra kerja yang butuh pendamping"

oleh karena itu untuk saat ini pimpinan serikat pekerja harus mau dan punya keinginan belajar/kuliah lagi,agar kita mampu berkompetisi dalam dunia hukum khususnya hukum perburuhan.kelemahan kita hanya mengandalkan kekuatan massa pada hal pendekatan dialog yang konstruktif akan menghasilkan suatu nilai tawar yang baik dan menguntungkan bagi kita kaum pekerja.

Leave a comment

Categories

Archives

Pages

March 2008
M T W T F S S
 12
3456789
10111213141516
17181920212223
24252627282930
31