it’s about all word’s

Marty M. Natalegawa

Posted on: July 27, 2010

Suatu siang, di sela-sela gelaran Pertemuan Menteri Luar Negeri Asean ke-43 di National Conventional Center, Hanoi, Vietnam, pekan lalu, bibir Sekretaris Jendral Asean, Surin Pitsuwan mencong-mencong ke depan.

Itu isyaratnya agar wartawan bertanya pada Menlu Indonesia, Marty M. Natalegawa yang ada di depannya. Hanya terpisah sejengkal, Marty dengan sabar melayani segerombolan wartawan yang memburunya. Menlu dari negeri lain? Lupakan saja dan silakan menepi.

Pria bernama lengkap Raden Mohammad Marty Muliana Natalegawa itu memang bintang di perhelatan di ajang yang diiikuti 27 negara Asean dan negara-negara besar di Asia, Eropa, Amerika dan Pasifik.

Selain paling muda, pria kelahiran Bandung, 22 Maret 1963 ini paling ramah pada wartawan. Marty dengan tata bahasa Inggris yang sangat terstruktur rapi sabar menjawab berondongan pertanyaan wartawan.

Belum lagi penampilannya yang dandy membuat sejumlah wartawati lokal Vietnam sesak napas dan rela berdesak-desakan mengacungkan alat rekam mereka meski kadang tidak mengerti urgensi memburu Marty.

Teriakan “Marty…look at Marty! Adalah hal biasa yang membuat para wartawan Indonesia dan delegasi beremblem Garuda tersenyum simpul.

Alhasil, usai saling senggol dan sikut, giliran wartawan Indonesia yang mesti menjawab pertanyaan wartawati tersebut. Dengan gemas mereka mengorek informasi soal suami dari perempuan Thailand, Sranya Bamrungphong tersebut.

Bapak dari tiga anak, Raden Siti Annisa Nadia Natalegawa, Raden Mohammad Anantha Prasetya Natalegawa, Raden Mohammad Andreyka Ariif Natalegawa itu memang menjadi garda terdepan diplomasi Indonesia.

Meski masih sering kelepasan menyebut mantan Menlu Nur Hassan Wirajuda, sebagai ‘Bapak Menlu!” mantan Duta Besar RI untuk Inggris itu sangat percaya diri membawa nama Indonesia sebagai negara terbesar di Asean.

Maklum sikap Indonesia menentukan arah biduk negara-negara Asean lain. Dalam isu pengembangan senjata nuklir Myanmar, Marty bahkan memainkan kartu diplomasi dengan sangat baik.

Setelah mengetahui Menlu Myanmar Nyan Win, hanya sehari berada di Hanoi dan tidak akan menemui Menlu Amerika Serikat, Hillary Clinton, delegasi Merah Putih langsung mengadakan sejumlah pertemuan penting.

Pertama dengan Menlu China, Yang Jiechi kemudian dengan Menlu Myanmar Nyan Win. Hasilnya memang menggembirakan. Setidaknya negara Asean yakin Myanmar betul-betul beritikad baik tidak memproduksi senjata nuklir dan menyelenggarakan pemilu yang jujur dan adil.

Lewat pertemuan tersebut, konsensus negara Asean membuat AS dan Uni Eropa yang sebelum pertemuan akan menambah embargo ekonomi batal melakukan tekanan dan cenderung bersikap normatif.

Sementara saat menanggapi peningkatan ketegangan di Semenanjung Korea Utara, Indonesia justru mendapat kepercayaan langsung dari Pyong Yang sebagai salah satu negara yang menjadi penengah sengketa dengan Korea Selatan.

Muda dan moncer

Dalam sejarah diplomasi Indonesia, Marty termasuk diplomat cemerlang. Meski tentu tidak akan bisa disejajarkan dengan bung kecil Sjahrir, tapi Marty mewarisi kecerdikan diplomasi Indonesia sejak masa Adam Malik yang klimis dan Ali Alatas yang tukang ngebul alias perokok berat.

Sosok Marty mulai dilirik saat bertugas sebagai Wakil Tetap Republik Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak 2007, saat itu dia satu-satunya yang bersikap abstain ketika Dewan Keamanan sepakat menjatuhkan sanksi baru bagi Iran, terkait dengan masalah sengketa atom.

Resolusi DK No. 1803 itu diambil lewat voting di Markas Besar PBB, New York, Selasa 4 Maret 2008. Dari 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB, 14 negara menyetujui dan hanya Indonesia satu-satunya yang bersikap abstain.

Dengan tenang Marty menjelaskan alasan dia mengacungkan tangan menunjukkan sikap Indonesia tersebut. Sikap yang membuat AS dan sekutu-nya terperangah dan hanya bisa terdiam.

Sikap berani itu membuat mantan Juru Bicara Departemen Luar Negeri itu terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Komite Khusus PBB untuk Dekolonisasi periode 2008, atau peran penting Indonesia sejak ditampar kasus Timor-Timur.

Dari bisik-bisik sejumlah petinggi Deplu, Marty adalah duta besar termuda, apalagi untuk pos dubes penting, Inggris, AS dan Jepang.

Satu keunikan lain dari Marty adalah nilai kerapihan. Saat Bisnis berkesempatan masuk ke ruang delegasi Indonesia di lantai 3, Daewoo Hotel. Para diplomat yang kelelahan dan sibuk mempersiapkan materi untuk acara keesokan harinya, sontak mereka bergegas merapikan dokumen dan seragam mereka.

Rupanya ada kabar Marty akan melakukan inspeksi mendadak usai makan malam dengan Dubes Indonesia untuk Vietnam Pitono Purnomo dan Direktur Jenderal Kerjasama Asean, Djauhari Oratmangun.

Meski tegas Marty termasuk sangat perhatian terhadap orang-orang di sekitarnya, jangan heran jika ketika dia bersedia ditemui, Marty secara spontan menanyakan apakah wartawan sudah makan, seorang wartawati tak bisa menjawab karena terbuai pesona Marty.

*terbit dlm versi lebih pendek di hal 6 Bisnis Indonesia 27/7/2010

2 Responses to "Marty M. Natalegawa"

artikelnya bagus sekali dan memang benar adanya. Saya kebetulan baru selesai magang di Kemenlu akhir bulan Juli 2011. Yang membuat spesial hari terakhir saya magang di sana adalah, saya sempat berfoto bersama pak Marty. Beliau dengan sabar dan senang hati meladeni keinginan kami untuk foto bareng. Ramah sekali dan tampan pastinya, hehee..

Lalu kepala bagian divisi tempat saya magang juga berkata seperti artikel di atas. Pak Marty sangat memperhatikan kerapihan dan bagaimana cara menjamu diplomat dan tamu dari negara lain. Beliau benar-benar Gentleman! 🙂

hehehe…di ajang Asean Ministerial Meeting (AMM) dan Asean Regional Forum (ARF) 2011…pak Marty malah menyempatkan diri berkeliling ke press room dan melayani permintaan berfoto seluruh wartawan…

Leave a comment

Categories

Archives

Pages

July 2010
M T W T F S S
 1234
567891011
12131415161718
19202122232425
262728293031